Pesan Terakhir
Chintya Desviani
October 18, 2017
0 Comments
Tanah pagi ini terlihat
segar dan masih basah karena rintik-rintik hujan yang turun tadi malam. Dinginnya
pagi ini sangat menusuk hingga ke tulang rusuk. Rasanya selimutpun tak sanggup
untuk menghangatkan tubuh pagi ini. Ku langkahkan kaki ku menuju sumber cahaya.
Jendela mulai ku buka perlahan. Udara segar mulai terhirup oleh tubuhku. Aku
terdiam di tepi jendela. Melihat segilintir air yang masih menetes dari luar
jendela.
Aku terlalu terbuai dengan
dawaian angin pagi ini dalam lamunan. Sampai aku tak sadar jika sedaritadi
seorang wanita telah memanggilku berulang-ulang dari balik pintu kamarku. Segera
aku menuju tempat berasalnya suara itu.
Pintu mulai ku buka
perlahan..“pagi ibuku yang cantik” sapaku penuh lembut pada sosok wanita yang
penuh kasih sayang padaku itu.
“kamu itu bisa saja buat ibu
tersenyum pagi-pagi” ujar ibuku yang wajahnya mulai memerah.
“itu tak seberapa
dibandingkan dengan ketulusan ibu menjagaku sampai aku bisa sebesar ini” ujarku
manis.
“kamu emang anak ibu yang
paling pinter banget ngegombal ya”
“ah, ibu, aku serius tau”
“iya, ibu tau. Pasti kamu
belum mandi kan? Sekarang kamu mandi dulu, sudah ibu siapkan air hangat untuk
kamu mandi”
“merepotkan ibu saja.
Padahal mandi pakai air dingin pun tak jadi masalah untukku”
Ibuku tak banyak bicara
lagi, dia segera merangkulku menuju ke kamar mandi, “mandi yang bersih ya,
sayang. Ibu sama ayah tunggu di ruang makan” ujar ibuku.
Selesai mandi dan juga
berganti pakaian. Aku langsung menuju ke ruang makan untuk bertemu Ayah dan Ibu
“pagi ayah, pagi ibu” sapaku lembut sambil mencium wajah keduanya.
“anak ayah cantik sekali yah
hari ini” ujar ayahku yang sedang duduk bersampingan dengan ibuku.
“ah, ayah, berarti
kemarin-kemarin aku ngga cantik dong” ucapku sambil tertawa.
“yah, engga dong, anak ayah
kan cantik setiap hari”
“ih, ayah, gombal nih.. Eh,
iya, yah. Tumben ayah sama ibu pagi-pagi sudah rapi. Ini kan hari libur, bukan
hari kerja” kataku heran.
“loh, memangnya kenapa?
Bukan hari kerja saja toh yang harus terlihat rapi” jelas ayahku.
“iya sih, yah. Tapi heran
aja. Tidak seperti biasanya”
“memangnya kamu tidak bosan
dirumah terus? Sekali-sekali refreshing itu perlu, biar tidak stress”
Jika dilihat-lihat, memang
Ayah, Ibu dan aku jarang sekali punya waktu untuk bersama-sama. Bahkan hampir
tak pernah. Aku maklum akan hal itu. Karena Ayah sibuk mengurus perusahaan yang
ia miliki. Dan Ibu harus membantu ayah. Dan selebihnya aku hanya ditemani oleh
si mbok dirumah.
“memangnya ayah mau ngajak
jalan-jalan kemana?”
“kamu maunya kemana? Pasti
akan ayah turuti”
“ah, kemana saja, asal sama
ayah dan ibu. Eh ya, tapi si mbok juga diajak ya, yah?”
“boleh”
“asiiiiiikkkkk!!!!”
Hari ini pun menjadi hari
yang tak akan pernah aku lupakan. Saat Ayah, Ibu, aku dan si mbok bisa
bersama-sama didalam waktu yang begitu singkat.
Tapi tidak jadi masalah,
setidaknya aku masih bisa melukiskan kebahagian-kebahagianku bersama
orang-orang tersayang.
Sebulan kemudian. Keadaan
rumah mulai tampak sunyi kembali. Ayah mengurus.proyek kerjanya di Singapore.
Sedangkan Ibuku sedang pulang ke kampung halamanku di Manado, karena nenekku
sedang sakit parah.
Hanya si mbok yang sampai
saat ini masih setia menemaniku saat sepi menghampiri.
“cah ayu, kesepian ya?”
tanya si mbok yang menyadarkanku dalam lamunanku di tepi jendela
“eh, si mbok ngagetin Kezia
deh.. Kezia udah terbiasa kok, mbok. Dengan keadaan seperti ini” jawabku.
“non, non kan tau si mbok
ini sudah tua toh. Sakit-sakitan pula. Bisa saja tiba-tiba si mbok meninggal.
Kenapa non ngga cari pacar saja untuk menemani hari-hari, non” ucap si mbok.
“si mbok kok ngomongnya
begitu sih? Apa si mbok capek ngurusin Kezia ya?”
“bukannya seperti itu, cah
ayu. Tapi itu memang kenyataannya. Selama ini, si mbok liat non tidak pernah
membawa laki-laki kerumah?”
“laki-laki siapa toh, mbok
yang mau Kezia bawa?”
“non Kezia ini bagaimana, ya
pacarmu lah, cah ayu”
“si mbok ngaur ah. Mana ada
lah, mbok yang mau sama Kezia”
“kenapa non Kezia ngomong
begitu? Non Kezia cantik, pintar, kaya pula. Siapa sih laki-laki yang tidak mau
sama wanita seperti non?”
“tapi apakah ada laki-laki
yang mau menjalin hubungan dengan wanita yang hidupnya tak lama lagi?”
“cah ayu, hidup itu bukan di
tangan dokter”
“tapi Kezia udah capek mbok,
kalau harus terus bergantung sama obat-obatan itu”
“cah ayu, pasti sembuh. Si
mbok yakin”
“terimakasih, ya, mbok. Mbok
harus tetap jaga baik-baik rahasia ini dari siapapun, ya. Cukup Tuhan, Kezia,
dan si mbok aja yang tau”
***
Sudah 2 minggu lebih aku tak
melihat wajah Ayah dan Ibu. Rindu ini semakin melekat sangat kuat pada mereka.
Aku rindu sapaan hangat Ayah dan Ibu setiap pagi. Aku rindu wajah cantik Ibuku.
Aku rindu senyuman manis Ayahku. Aku rindu orang tuaku.
Rumah sebesar ini terlihat
tak berpenghuni. Apalagi saat si mbok harus pulang kampung karena suaminya
sedang sakit parah.
Kesepian begitu kejam
menyelimuti hari-hariku. Aku tak tau apa yang harus aku lakukan sekarang. Aku
benar-benar merasa seperti hidup sebatangkara. Andai saja aku punya sayap, aku
ingin sekali terbang bebas seperti burung-burung diluar sana yang berkeliaran
dialam bebas.
Belakangan ini tak jarang
temanku, Vicky menemaniku. Aku memang sudah berteman lama dengannya. Tapi
jarang waktu kami untuk bermain bersama.
“Kezia, bagaimana kalau hari
ini kita pergi ke taman dipinggir kota?” ujar Vicky yang seorang laki-laki
berkulit putih, beralis tebal, hidung mancung, dengan postur tubuh yang
tingginya cukup ideal.
“dengan senang hati aku
menerima ajakanmu” jawabku tersenyum.
Vicky pun menggoncengku
menggunakan sepeda motor yang ia gunakan setiap hari saat sekolah.
***
Taman ini sungguh indah.
Dikelilingi dengan bunga yang berwarna-warni. Terdapat sebuah danau yang begitu
sejuk dipandang mata.
“kau tau Vicky. Danau ini
sama nasibnya dengan rumahku” kataku sambil melempar batu-batu kecil kedalam
danau.
“maksudmu?” tanya Vicky
bingung.
“iya. Danau ini begitu
indah, tapi tak ada seorangpun yang mengunjunginya. Begitu juga dengan rumah ku
seperti tak berpenghuni” ujarku.
“Ayah dan Ibumu belum pulang
juga?” tanya Vicky.
“seperti yang kau lihat
sekarang. Aku merasa kesepian. Mungkin rasa sepi itu sudah biasa hadir dalam
keseharianku. Aku sudah terbiasa. Sudah kebal. Tapi terkadang aku lelah dengan
semuanya” jelasku.
“aku paham sekali apa yang
kamu sedang rasakan. Bagaimana rasanya menghadapi orangtua yang sibuk dengan
urusan bisnisnya. Yang lebih mementingkan tahta dibandingkan dengan anaknya sendiri.
Tapi kamu tidak perlu khawatir, mulai sekarang aku akan buat hari-hari kamu
tidak kesepian lagi”
“caranya?”
“I wanna beside you everyday
you need”
“really?”
“i’m really sure”
Mulai dari hari itu.
Vickylah yang selalu menemaniku. Dia selalu mengajakku ke suatu tempat yang tak
pernah aku kunjungi sebelumnya..Aku merasa seperti hidup kembali. Entahlah, aku
merasa begitu nyaman berada di dekatnya.
***
Hari ini cuaca begitu tak
mendukung. Hujan begitu lebat mengguyur bumi.
Ku biarkan air-air itu membasahi
tubuhku. Aku berlari kecil dari koridor bawah rumahku dengan tawa-tawa kecil
dibibirku. Sebelum masuk rumah, aku biarkan tubuhku berbalik arah.
Mengembangkan senyum tipis pada sosok laki-laki yang jaraknya tak terlalu jauh
dariku.
“terimakasih, ya, sudah mau
mengantarku pulang” ujarku pada Vicky.
“iya, sudah cepat sana kamu
masuk. Aku pulang dulu ya” kata Vicky.
“iya. Hati-hati ya”
Aku mulai melangkahkan
kakiku kedalam rumah saat bayang-bayang Vicky tak terjamak lagi oleh
penglihatan.
“aduh, cah ayu, kenapa basah
kuyup seperti ini?” ujar si mbok yang terlihat panik melihat kondisiku yang
basah kuyup.
“loh, si mbok kapan pulang?
Pak danu sudah sembuh, mbok?” tanyaku yang heran dengan kehadiran si mbok lagi
“sudah, non. Yasudah cepat
non ganti baju, bibi sudah siapkan dikamar non”
“iya mbok”
Aku pun segera menuruti
perkataan si mbok. Selesai berganti baju aku langsung memakan sup hangat buatan
si mbok.
“tadi itu siapa toh, cah
ayu? Pacarnya toh?” tanya si mbok yang berada disampingku.
“dia Vicky, mbok. Teman
Kezia” kataku.
“teman baru? Hati-hati ya
non kalau berteman dengan lawan jenis” kata si mbok.
“sudah lama kok mbok kami
berteman. Tapi jarang bisa bertemu. Iya, mbok. Vicky laki-laki yang baik kok.
Dia yang nemenin Kezia selama si mbok pulang kampung” jelasku.
“baguslah, non. Orangnya
tampan ya?”
“iya gitu deh, mbok.
Orangnya juga baik banget. Perhatian pula. Kezia nyaman banget, mbok kalau
dekat sama dia”
“wah jangan-jangan non lagi
kasmaran nih”
“ih, si mbok ngawur aja”
***
Semakin hari semakin
terlihat jelas kedekatanku dengan Vicky. Mungkin benar apa yang si mbok katakan
padaku, aku jatuh cinta pada Vicky. Tapi aku tidak punya keberanian untuk
mengungkapkan perasaan ini. Lagipula aku takut jika nanti aku akan pergi
meninggalkan Vicky dan hanya meninggalkan luka dihatinya.
“Kezia, aku boleh jujur?”
tanya Vicky yang sedang tiduran bersebelahan denganku di taman favourite kami.
“iya, apa?” kataku sambil
menatap langit yang berwarna biru.
“kamu cantik juga ya” kata
Vicky memujiku.
“memang kamu baru sadar
kalau aku cantik?”
Pertanyaanku itu membuat
Vicky tertawa geli.
“ih jahat, kok malah
diketawain sih?” tanyaku kesal.
“tidak-tidak. Sejak awal aku
melihat kamu, aura kecantikan itu sudah terpancar dari wajahmu” jelas Vicky.
“halah, gombal kamu ini”
“aku serius. Kamu itu
terlihat sempurna dimataku. Dengan apa adanya kamu, keluguan kamu. Dan aku suka
itu”
Perkataan Vicky barusan tak
aku jawab lagi, aku sibuk memperhatikan texture-texture awan yang indah
dilangit.
“Kezia, kamu mau ngga jadi
pacar aku?”
Pertanyaan itu membuatku
tersentak kaget. Aku hanya diam tak menjawab apapun.
“kenapa tidak dijawab
pertanyaanku tadi? Apa kamu tidak merasakan apa yang aku rasakan juga?”
tanyanya kembali.
“apa yang kamu rasakan. Aku
bisa merasakannya. Tapi apa kamu yakin dengan kata-katamu tadi?” kataku.
“aku yakin. Karena aku
mencintaimu” katanya. “aku akan menerima apapun keadaanmu”
“sekalipun aku mengidap penyakit
yang akan merenggut nyawaku?”
“iya. Memangnya kamu sakit?”
“apa aku terlihat sakit?
Tidak kan? Aku sehat seperti apa yang kau lihat sekarang ini”
“sungguh? Aku akan selalu
menjagamu, Kezia. Apapun keadaannya”
“entahlah. Beri aku
kesempatan untuk berpikir”
“baiklah. Aku harap kamu
juga menyayangiku”
Aku hanya membalasnya dengan
senyuman. Apa yang ku takutkan benar-benar terjadi. Aku tidak mungkin bisa
menyakiti Vicky seperti ini. Aku memang menyayanginya, dan aku senang dia juga
menyayangiku. Namun apa yang bisa aku lakukan dengan keadaanku yang seperti
ini?
***
Akhir-akhir ini, penyakitku
mulai sering kambuh. Aku mulai muak dengan keadaan. Aku mulai lelah. Namun, aku
juga tidak bisa meninggalkan Vicky. Itu terlalu berat buatku. Aku juga tidak
ingin membuat Vicky sakit dan terbebani karena kondisiku yang seperti ini.
“Cah ayu, kita ke dokter
saja ya” kata si mbok yang begitu mengkhawatirkanku.
“aku tidak apa-apa kok,
mbok” jawabku yang tidak berdaya diatas tempat tidur.
“tapi si mbok khawatir
keadaan non Kezia tambah parah”
“Kezia kuat kok, mbok. Mbok
tidak usah khawatir”
Keadaanku semakin memburuk.
Untuk menggerakkan anggota badanku saja aku tidak bisa. Setiap hari aku hanya
bisa diam ditempat tidur.
Seringkali si mbok menangis
melihat keadaanku. Sebenarnya si mbok ingin sekali membawaku kerumah sakit.
Tapi aku selalu menolaknya.
“Cah ayu, mbok takut terjadi
sesuatu yang buruk sama non” ujar si mbok sambil menangis.
“Kezia baik-baik saja kok,
mbok. Kezia masih bisa bernafas sampai hari ini. Ayah sama Ibu belum pulang
juga yah, mbok?” tanyaku sambil menahan rasa sakit.
“sehat gimana toh, nduk?
Penyakitmu ini loh tambah parah. Iya orangtua non belum pulang. Kangen pasti
toh sama mereka?”
“hem, iya, mbok. Tapi tidak
apalah. Aku tidak mau saat mereka pulang, mereka malah akan sedih melihat
keadaan Kezia yang seperti ini” kataku sedih.
“si mbok tau perasaan non.
Mana ada sih non, anak yang tidak sedih dan kesepian saat mereka lagi sakit,
tapi tidak ada orangtua disamping mereka”
“Kezia sudah biasa, mbok.
Lagipula biasanya si mbok yang nemenin Kezia”
“non Kezia ini sudah si mbok
anggap jadi anak mbok sendiri kok. Oh iya, si mbok sampai lupa. Sudah beberapa
hari ini, teman non, siapa itu loh namanya si mbok lupa..”
“siapa, mbok? Vicky?”
“nah, iya, den Vicky. Dia
menelpon kerumah dia menanyakan kabar non. Katanya kenapa tiba-tiba menghilang
begitu saja selama berhari-hari”
“terus si mbok jawab apa?”
“si mbok bilang non lagi
dirumah perlu istirahat soalnya lagi sakit”
“dia nanya ngga mbok Kezia
sakit apa?”
“iya, non”
“si mbok ngga kasih tau kan
tentang penyakit ini?”
“tidak kok, cah ayu tenang
saja. Eh si non, sudah waktunya minum obat. Diminum dulu ya obatnya si mbok
siapin”
“mbok..”
“iya, non ada apa?”
“ngga usah siapin Kezia
obat”
“loh, kenapa begitu toh,
nduk?”
“Kezia sudah sehat kok.
Kezia sudah tidak perlu obat”
“cah ayu itu masih sakit.
Inget kata dokter kan? Harus rajin minum obat, kalau mau sembuh”
“terus mbok percaya kata
dokter? Mbok, sudah 2 tahun lebih Kezia bergantung sama obat-obat itu. Kezia
capek mbok setiap hari harus minum obat. Terus setiap minggu harus rutin
kemoterapi. Kata dokter sih biar penyakit ini cepat sembuh. Tapi mana buktinya?
Sampai sekarang Kezia belum sembuh juga. Malah penyakit Kezia makin hari makin
parah kan?”
“cah ayu ngga boleh ngomong
seperti itu. Harus percaya, harus yakin kalau cah ayu itu bisa sembuh. Sekarang
minum obat ya?”
TOK!TOK!
Terdengar sesorang yang
mengetuk pintu dari luar rumahku.
“bentar, ya, non. Si mbok
buka pintu dulu” ujar si mbok yang langsung menuju keluar rumah.
Tak beberapa lama..
Dadaku mulai sesak. Nafasku
mulai tak beraturan. Kepalaku sakit tak karuan.
“aaaaaaaa…..” teriakku yang
sudah tidak kuat menahan sakitnya.
“cah ayu, cah ayu….” teriak
si mbok yang segera berlari menemuiku.
“ya Allah, cah ayu kenapa?”
tanya si mbok yang mulai meneteskan air matanya.
“kepala sama dada Kezia
sakit banget mbok” kataku yang benar-benar sudah tak kuat menahan sakit.
“Kezia? Kezia kamu kenapa?
Mbok, Kezia kenapa, mbok?” tanya seseorang laki-laki yang baru saja memasuki
kamarku. Vicky.
“non Kezia harus segera
dibawa kerumah sakit, den” ujar si mbok dengan luapan air mata.
Vicky langsung menggendongku
menuju mobilnya dan segera melarikan aku kerumah sakit tanpa bertanya lebih
jelas dengan kondisiku saat ini. Aku sempat melihat wajahnya yang tampan itu
sangat terlihat panik saat melihat keadaanku yang seperti ini. Air matanya
mulai menetes saat menggendongku. Aku tidak pernah melihat Vicky sesedih ini.
Sungguh, sejahat apakah aku?
Sampai membuat orang yang sangat aku sayangi meneteskan air matanya.
Ini adalah hal yang tidak
pernah aku harapkan terjadi selama hidupku. Melihat orang yang aku sayangi
bersedih karena aku.
“kamu kuat, Kezia. Kamu
pasti bisa. Kamu harus bisa tahan rasa sakit yang kamu rasakan sekarang.
Sebentar lagi kita sampai rumah sakit” ujar Vicky menyemangatiku.
Aku benar-benar sudah merasa
tak kuat lagi. Rasanya malaikat pencabut nyawa sudah dekat denganku. Dia akan
memutuskan semua urat nadiku. Sakitnya luar biasa. Dan tiba-tiba semuanya
gelap. “Ayah, ibu, Kezia rindu kalian” gumamku terakhir kali sebelum semuanya
tak terlihat lagi.
Tubuhku dibawa keruang ICU.
Saat itu hanya bayangan
putih yang bisa aku lihat. Begitu sepi. Bayangan Vicky nampak jauh dariku. Tapi
tiba-tiba mataku mulai terbuka kembali. Keadaanku mulai stabil. Vicky memasuki
ruanganku.
“Vicky..” kataku
terbata-bata.
“Kezia, kenapa kamu ngga
pernah bilang ke aku tentang penyakit kamu ini?” kata Vicky sambil menggenggam
tanganku.
Hatiku begitu sakit melihat
kesedihan yang terlukis diwajah Vicky saat itu.
“aku engga sakit, aku
baik-baik saja” ucapku sambil menyengitkan senyumanku.
“kamu sampai di bawa ke ICU
gini, masih bisa bilang kamu engga sakit? Kezia, please, kenapa kamu gak bisa
terbuka sedikitpun sama aku. Aku bukan orang lain kan buat kamu? Aku Vicky. Aku
sudah pernah janji, apapun keadaan kamu, aku akan tetap jaga kamu” ujar Vicky.
Aku menatapnya sendu. Aku
tak pernah membayangkan apalagi mengharapkan berada diposisi seperti ini. Aku
merasa saat itu Tuhan begitu jahat, dengan membiarkan orang-orang yang aku
sayangi menangisi kondisiku saat ini.
Vicky mulai membelai lembut
wajahku, matanya tak berhenti mengalirkan air mata. “Kezia, apapun penyakit
yang kamu derita, percaya sama aku, kamu harus berbagi juga kesedihan kamu sama
aku. Aku akan bantu, kalau bisa aku aja yang berada diposisi ini, jangan kamu.
Kezia, aku mohon bertahan untuk aku ya?”
Air mataku mulai tak
terbendung lagi. Bulir-bulir Kristal yang sedaritadi ku tahan hancur sudah,
meleleh membasahi pipiku.
“kamu bodoh! Itu bisa
menyakiti diri kamu sendiri! Kamu tampan, kamu baik. Pasti banyak perempuan
diluar sana yang sedang menunggu untuk kamu cintai. Kenapa harus aku, Vick?
Kenapa?”
“aku engga peduli! Aku yakin
kamu pasti bisa sembuh! Kamu engga akan ninggalin aku disini sendiri”
“Vicky, aku sayang kamu”
Itulah kalimat terakhirku
untuk Vicky sebelum nafasku kembali sesak. Rasanya nyawaku sudah diujung
tanduk. Sakitnya sudah benar-benar tak tertahan lagi.
“dokteeeeeerrrrrr tolong
Kezia, dok. Sembuhkan dia” pinta Vicky pada dokter yang segera menanganiku.
“Kezia kamu harus kuat. Kamu
harus bertahan ya, untuk Ayah kamu, ibu kamu, si mbok, dan juga untuk aku. Aku
yakin kamu bisa” ujar Vicky yang tak henti-hentinya menyemangatiku. Tangisannya
pun bertambah deras.
Bermacam-macam selang yang
berisi cairan mulai dimasuki ketubuhku .Suster yang dengan hebatnya dan tanpa
rasa jijik mengelapi muntahanku sedaritadi.
Aku sempat melihat wajah Ayah
dan Ibu yang baru saja datang menemuiku. Mereka menangis histeris melihatku
saat itu.
“Ayah, ibu jangan menangis.
Kezia akan baik-baik saja. Aku sayang kalian. Aku rindu kalian” gumamku dalam
hati.
Tubuhku mulai melemah.
Nafasku mulai tak bisa ku hembuskan lagi. Jantungku mulai tak berdetak. Nadiku
berhenti berdenyut. Pandanganku mulai tak teraba lagi. Rupanya malaikat
pencabut nyawa itu sudah terlebih dahulu menghampiriku.
Tangisan si mbok dan yang
lainnya mulai mengguyuri kepergianku malam itu .Ayah dan Ibu mulai mendekap
tubuhku dengan hangatnya. Andai saat itu aku masih bisa mendekap tubuh mereka
juga, pasti aku akan sangat bahagia. Bukan ini yang aku inginkan. Aku tidak
ingin mereka memelukku dengan kesedihan. Ayah, Ibu aku mohon tersenyumlah
untukku..
***
Pagi itu, jasadku mulai
dimasukkan dan ditimbun dengan tanah merah. Ditaburi dengan bunga-bunga segar
diatasnya. Diatas batu nisan itu terukir namaku dengan indahnya, dengan tanggal
kelahiranku serta tanggal kematianku.
Andai aku masih berada
didekat orang-orang yang aku sayang, aku akan menghapus segilintir air yang
membasahi wajah-wajah malaikatku.
“nyonya, sebelum non Kezia
tertidur untuk selamanya. Dia sempat menitipkan ini pada saya” kata si mbok
sambil memberikan sebuah amplop putih pemberian dariku.
Memang sebelum aku pergi,
aku sempat menitipkan surat kepada si mbok untuk diberikan pada ibu saat aku
tidak berada lagi didunia ini.
Ibu mulai membuka amplop
itu, dan mulai membaca isinya
Untuk orang-orang yang Kezia sayangi. Ayah, Ibu, si Mbok dan Vicky.
Mungkin saat kalian membaca surat ini. Aku sudah tak berada lagi diantara kalian. Dunia kita sudah berbeda..Ayah, Ibu, maafkan Kezia yang selama ini sudah menyembunyikan penyakit Kezia ini. Tapi pasti kalian sudah tau sekarang Kezia sakit apa?Iya, Yah, Bu kanker otak stadium akhir. Penyakit yang menyerang pada sistim otak. Yang lama-lama penyakit itu akan menyebar dan merusak semua sistim dalam tubuh Kezia. Yang akhirnya membuat Kezia hanya bisa terbaring lemah diatas kasur. Bahkan berujung dengan kematian. Jujur, Kezia lelah harus bergantung terus dengan obat-obatan dan kemoterapi.Ayah, Ibu, sebenarnya alasan Kezia menyembunyikan ini semua dari kalian karena Kezia engga mau semua ini malah menjadi beban pikiran untuk kalian. Masih ada hal yang lebih penting untuk kalian urus selain penyakit Kezia ini, kan?Selama ini ayah dan ibu selalu sibuk dengan urusan kalian masing-masing. Sampai membuat Kezia kesepian. Tapi kalian engga usah khawatir. Selama itulah si mbok yang selalu menemani Kezia. Merawat Kezia. Tapi sekarang si mbok tidak perlu lagi repot-repot menemani dan juga merawat Kezia. Kezia pasti sudah bisa merawat diri Kezia sendiri nanti. Kezia juga pasti sudah engga mesti minum obat lagi setiap waktu. Udah engga perlu lagi kemo setiap minggu yang buat rambut Kezia jadi rontok. Kezia sudah bebas dari penyakit yang menyerang Kezia selama 2 tahun ini.Oh iya, ayah, ibu. Kalian tau siapa laki-laki yang bersamaku saat menjelang kematianku itu siapa? Kenalin, dia Vicky. Tampan ya? Dia teman dekatku. Aku menyayanginya, yah, bu. Aku jatuh cinta padanya. Tapi aku tidak bisa memiki dia seutuhnya. Soalnya malaikat pencabut nyawa itu sudah terlebih dahulu memisahkan kita.Ayah, Ibu, Mbok, dan Vicky. Terimakasih ya, karena selama Kezia hidup didunia ini kalian selalu setia menemani Kezia. Tuhan baik banget kasih Kezia orang-orang yang begitu menyayangi Kezia.Sekian dulu surat dari Kezia. Kalian ngga boleh nangis. Ngga boleh sedih. Kezia sudah tenang dialam yang berbeda dengan kalian. Jaga diri kalian baik-baik ya. Kezia tunggu kalian di surga. Kezia sayang banget sama kalian semua
Salam sayang,
Kezia Fristy Victoria